Beberapa minggu ini, santer
dikabarkan di beberapa Televisi dan Media nasional bahwa Rakyat Madura melalu
badan yang dibentuk, Panitia Persiapan Pembentukan Propinsi Madura (P4M) akan
mendeklarasikan Provinsi Madura, tentu jika semua persyaratan administratif
yang ditetapkan oleh negara dapat terpenuhi.
PROVINSI MADURA HARGA MATI !!,
bunyi spanduk yang terbentang sepanjang tol SuraMadu Pintu Bangkalan. Dari nada
HARGA MATI, seolah-olah koq rakyat Madura merasa bahwa sudah sangat tidak
nyaman selama bernaung di dalam Provinsi Jawa Timur. Ada apakah gerangan?
apakah kesejahteraan warga Madura kurang diperhatikan? Pembangunan
Infrastruktur kurang? Pembangunan SDM kurang? Penanaman Modal kurang? Entahlah.
Yang jelas, mereka punya alasan untuk memisahkan diri, dengan dasar
Undang-Undang Otonomi Daerah.
Namun, ada juga beberapa warga
Madura, yang berdasarkan wawancara di beberapa media, mengatakan belum siap/
pesimis jika Madura berdiri sendiri sebagai provinsi. Alasannya, terkait sumber
daya manusianya yang masih perlu dikembangkan pola pikirnya dan juga masih
perlunya persiapan yang lebih matang dan perbaikan infrastruktur yang lebih
baik lagi agar mempercepat proses perkembangan jika kelak memang menjadi
provinsi Madura.
Setiap pendapat dan kebijakan
tentu tidak lepas dari pro dan kontra. Anggota P4M tentu sudah memikirkan
dengan cermat jernih dan teliti tentang segala sesuatu hal ikhwal yang
menyangkut tentang Deklarasi Provinsi Madura ini sehingga mereka berani untuk
terbuka seperti saat ini. Apapun hasil perjuangan dari anggota P4M ini, baik
diterima atau ditolak sebagaai Provinsi baru, semoga merupakan yang terbaik
bagi Jawa Timur dan Madura khususnya.
(JIKA) MADURA benar-benar lepas
dari Jawa Timur dan menjadi Provinsi sendiri, PROVINSI MADURA, maka ada
beberapa kerugian yang akan dirasakan oleh Propinsi Jawa Timur. Karena saya
adalah Duta Wisata Yak Yuk Lamongan 2010 dan Juga Duta Wisata Raka Raki (IRARI)
Jawa Timur Tahun 2011, maka saya hanya akan membahas dari aspek budaya dan
pariwisata saja. Adapun kerugian aspek budaya dan pariwisata yang akan
dirasakan oleh Provinsi Jawa Timur antara lain :
1. Senjata
Tradisional Propinsi Jawa Timur, yang sudah tercatat dalam RPUL, ATLAS dan
lain-lain, harus dirubah, karena CELURIT merupakan senjata asli orang Madura.
Masak iya kita menggunakan senjata khas dari propinsi lain. Ganti saja,
misalnya, celurit dengan kata ARIT, karena kebanyakan orang Jawa Timur pasti
punya ARIT. Atau senjata khas Jawa Timur kita gunakan Bambu Runcing, (hehe...) kan
di Surabaya ada Monumen Bambu Runcing.
2.
Termasuk Lagu daerah, Tanduk Majeng, Ole Olang juga akan
ditanggalkan sebagai Lagu Daerah Jawa Timur. Kan sama, itu lagu punya orang
Madura juga. Ganti saja, misalnya dengan lagu Semanggi Suroboyo, Lir-ilir, atau
Jembatan Merah, yang tidak ada unsur-unsur Madura. Atau tidak ada salahnya kita
menetapkan Lagu Tombo Ati, atau Padhang Mbulan sebagai Lagu daerah, karena
Provinsi Jawa Timur merupakan Bumi Wali. Ada 5 dari Wali Songo yang ada di
Pulau Jawa, sebaga landasan historisnya.
3.
Kesenian Daerah, agaknya tidak begitu berdampak, karena meskipun
kehilangan atraksi Karapan Sapi, kita masih punya Reog Ponorogo dan Jaranan
Kepang Dor Lamongan, dan lain-lain. Sangat tidak mungkin kita tetap memaki
karapan sapi sebagai ikon Jawa Timur. kata anak muda jaman sekarang mah, kita
gak bisa move on, kan Madura sudah meyatakan putus dengan kita (Jawa Timur).
4.
Dari segi Produk Lokal, agaknya Jawa Timur juga harus
menanggalkan Atribut "Lumbung Garam Nasional". Kan, lumbung garame
ada di Madura. Nah, mudah-mudahan itu bisa menjadi cambuk bagi Pemerintah
Provinsi Jawa Timur untuk terus memacu pengrajin garam di Gresik agar bisa
kembali menyandang atribut tersebut. Tapi, juga tidak perlu berkecil hati,
karena atribut lumbung toh masih tetap ada, yakni “Lumbung Padi Nasional”
5.
Dari Segi Kuliner, maka kita akan kehilangan satu ikon kuliner,
yakni Sate Madura. Kita sudah tidak bisa mengklaim bahwa Sate Madura adalah
kuliner dari Jawa Timur, karena tentu akan menjadi Branding Kuliner bagi Provinsi
Madura kelak. Maka, ini adalah kesempata bagi kuliner lain untuk meroket agar
mampu menggantikan ikon kuliner Sate Surabaya tersebut, semisal Lontong Balap,
Semanggi Suroboyo, Soto Lamongan, Nasi Boran.
6.
Dari segi Pakaian Khas, kita juga akan kehilangan ikon Baju
Sakera, Baju-Celana komprang hitam, dengan dalaman kaos putih kombinasi merah,
dengan udeng berlobang di kepala. Tentu saja, pakaian ini akan menjadi branding
baru Provinsi Madura. Juga, kita akan kehilangan ikon Batik Madura, yang saat ini
kebanyakan dipakai di instansi-instansi pemerintahan Pemerintah Provinsi Jawa
Timur. Bahkan, saya dulu ketika menjabat Duta Wisata Raka Raki Jawa Timur,
selain menggunakan PKJ juga harus menggunakan Kain Batik Madura, sebagai
pakaian kebesaran dalam bertugas. Tentu, ini bukan masalah yang besar
sebenarnya, Karen sesungguhnya Jawa Timur punya seabrek batik local. Sebut saja
Batik Sendang Lamongan, Batik Gedhok Tuban, Batik Banyuwangen, dan lain
sebagainya.
7.
Sisi positif bagi pariwisata Jawa Timur adalah, Pemerintah Jawa
Timur, khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Menjadi lebih fokus dalam
mengurus dan mengembangkan potensi dan daya tarik wisata yang ada di Jawa
Timur, agar tidak kalah bersaing dengan objek Wisata yang ada di (Provinsi)
Madura. Termasuk juga dalam mengembangkan industri pariwisataa kreatif lainnya,
agar tanpa Madura pun, Jawa Timur eksis di Bidang Budaya dan Pariwisata tidak
terpengaruh secara signifikan.
Salam Pariwisata
SUSILO PRAMONO, S.Pd.
Duta Wisata Yak Yuk
Lamongan 2010, Duta Wisata Raka Raki Jawa Timur 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar