Rabu, 07 Oktober 2015

Gajah Mati Meninggalkan Gading, Masihkah? (Untuk Pak Sadiono).

Ingatkah kita dengan peribahasa “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang?” hal itu nampaknya perlu kita uji kebenarannya. Mengapa demikian? Ya mari kita lihat kenyataan yang ada, bahwa sekarang banyak gajah-gaja mati (dibunuh) di Sumatra dan Gadingnya diambil oleh  para kolektor, sehinggan Gajah mati tidak meninggalkan gading. Pun demikian halnya dengan Harimau yang mati, sudah banyak yang dikuliti sebagai bahan produk kulit. Jadi, Harimau mati tanpa kulit. Itulah analisa sederhana tentang mengapa perlu diuji kebenaran peribahasa diatas. Hehehe…  ya, ini sekedar menyindir bagi para pemburu-pemburu satwa liar di Sumatra dan Kalimantan sana yang dengan tega menghabisi gajah dan harimau, kemudian mengambil gading dan kulitnya, lalu membiarkan mereka (gajah dan harimau) mati tergeletak begitu saja di tengah hutan.
Nah, bicara tentang peribahasa tersebut, ini juga berkaitan dengan manusia bahwa artinya, setiap orang meninggal pasti meninggalkan kesan yang mendalam terhasap orang yang ditinggalkan. Nah, ini yang akan saya bahas dalam tulisan saya kali ini, tentang kesan yang begitu mendalam dari orang yang sudah meninggal beberapa tahun lalu.
Selasa, 6 Oktober 2015, pukul 16.00 WIB, terjadi suatu perbincangan ringan di salah satu koridor ruangan salah satu sekolah tinggi swasta di Lamongan. Singkat kata singkat cerita, tersebutlah seorang anak cantik jelita sebagai ketua kelas bernama panggilan Elita. Entah kebetulan atau tidak, si elita bercerita tentang keluarga dan sebab musabab tentang kenapa dia berhenti kuliah di UB. Dan itu yang membuat banyak teman-teman lain penasaran, mengapa sudah kuliah di UB Malang, Jurusan Teknik Kearsipan, tapi justru berhenti, keluar dan pindah kuliah ke salah satu sekolah tinggi swasta di Lamongan.
Singkat kata singkat cerita, si Elita memilih putus kuliah di Malang dan kuliah di Lamongan untuk menemani ibunya, karena ayahnya yang meninggal. Sungguh anak yang berbakti. Pak Sadiono, adalah nama dari si Elita tadi. Dan setelah mendengar nama Sadiono, maka 10 mahasiswa yang ada di kerumunan tersebut, beberapa meneteskan airmata dan beberapa mengucap “Ya Allah”, ada pula yang langsung memeluk si Elita secara spontan. Dari kejadian itu, saya menyimpulkan bahwa pak Sadiono mempunyai kesan yang mendalam terhadap 10 orang tersebut. Sebagai catatan ya, 10 mahasiswa tadi tidak seumuran. Ada yang sudah berkeluarga, sudah bekerja dan sudah menikah.
Dari 10 orang tersebut, langsunglah bermunculan cerita-cerita yang baik-baik tentang almarhum semasa hidupnya. Ada yang merupakan rekan kerja dari Pak Sadiono. Ada yang merupakan murid dari beliau. Ada pula yang pernah merasa ditolong oleh beliau. Ada pula yang lain-lain cerita yang cukup panjang yang saya dengar. Dan saya turut mendengarkan satu per satu cerita tersebut. Banyak nilai yang bias saya ambil dari cerita-cerita mereka, tentang pak Sadiono semasa hidupnya. Sungguh luar biasa. Meskipun saya tidak mengenal pak Sadiono di masa hidupnya, tapi saya yakin bahwa beliau merupakan orang yang sangat luar biasa semasa hidupnya.

Semoga, almarhum Pak Sadiono mendapatkan tempat yang layak di sisiNya. Dan semoga yang ditinggalkan, istrinya dan mbak Elita, diberi kesabaran dan ketabahan untuk tegar menjalani hidup ini. Dan sekali lagi saya menyampaikan kekaguman terhadap pak Sadiono.  Semoga, budi-budi pak Sadiono tidak terlupakan sepanjang masa bagi orang-orang yang merasakan jasa-jasa beliau. Salam hormat saya untuk bapak. Untuk mbak Elita, tetap semangat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar